KELUARGA PENGARANG

PEMBUKAAN ODE KAMPUNG 2 MERIAH

Posted on: July 20, 2007

tanah.jpgOleh Gola Gong

Dua buah bebegig – orang-orang sawah – diusung Bonang Purbaya, Jum’at 20 Juli 2007 pukul 11.00 WIB, di alun-alun Serang yang kini disesaki Serang mall, bersama beberapa anggota komunitas Gesbica IAIN Serang dan Kubah Budaya. Pada saat bersamaan, film dokumenter ”Ode Kampung 1: Temu Sastrawan se-Nusantara”, 3 – 5 Februari lalu, karya Jack Lamota diputar. Semakin kuat sajalah aroma ”Ode Kampung 2: Temu Komunitas Sastra se-Nusantara’; 20 – 22 Juli ini. Itu makin terasa jika kita keluar di Pintu Tol Serang Timur. Sejak di perempatan pertama sebuah bebegig menyambut, terus menuju pertigaan di jalan jendral Sudirman, peris di bawah gelagar, tertindih baliho-baliho iklan kapitalis, sebuah bebegig melambaikan tangan; dia mengajak kita untuk mampir ke Rumah Dunia di kampung Ciloang dimana hajatan digelar.

wallbstar-2.jpgANTUSIAS
Kampung Ciloang yang setahun lalu jalan berlubangnya ditambal dan diaspal sangat antusias menyambut hajatan komunitas sastra. Warung-warung tenda didirikan. Rumah-rumah warga disiapkan kamarnya untuk menyambut para tamu dari Aceh, Padang, Palembang hingga Makasar, Kendari, Surabaya, dan Madura. Sekitar 300 orang dari 45 komunitas yang tersebar di Nusantara akan datang menghadiri hajatan Ode Kampung 2 (OK2). Pendi, Ketua RT Ciloang mnejamin, ”Insya Allah, semua akan tertampung di rumah penduduk.” Para peserta hanya membayar Rp.20.000,-/malam/orang.

Peserta pertama yang datang Kamis (19/7) pagi. Dua orang mahasiswa UNAIR Surabaya datang. Disusul Jum’at (20/7) pagi Shiho Shawai, mahasiswi S3 Tokyo University tiba. “Saya sedang meneliti keadaan sastra di Indonesia,” kata Shiho yang akan menginap dua malam. Sementara itu para relawan; Bucek, shodiq, Roy, Awi, Deden, Abduh, Mahdi Duri, dan Indra Kesuma masih terus membenahi panggung. Boneka-boneka bebegig malang-melintang di areal plaza Rumah dunia dan bebegig-bebegig seukuran manusia menggerombol di jalan kampung Ciloang.

Para peserta terus berdatangan menjelang sholat Jumat. Rombongan teater Cahaya dari Rumah Cahaya Depok; Asma Nadia, Andi Biru Laut, Denny Prabowo, Koko Nata menyiapkan pementasan ”Jaring-jaring Merah”. Setelah itu bagai air bah; Komunitas Penulis Jakarta, Saut Situmorang, Yausa Nugroho, Wawan Husin, Matdon, Forum Diskusi Wartawan Bandung, Padhiputih Communications Jakarta, Ali Muakhir beserta rombongan FLP Bandung, FLP Banten, Bekasi, Saut Situmorang, dan masih banyak lagi. Maka selamat datang para peserta OK2.

pm-com.jpgSEDUNIA
Teng pukul 16.00.WIB, hajatan OK2 dimulai. Sanggar Tari Raksa Budaya pimpinan Maya Rani Wulan membuka dengan tarian selamat datang; Banten Katuran. Anak-anak kecil dari Kampung Ciloang berjubel. Di kursi undangan Djauhari Ardiwinata, GM Banten TV, Helmy MNC dengan rombongan Bengkel Sastra Pamulang, Wan Anwar, Wowok Hesti Prabowo, Arif Senjaya, Rumi, Koben, Yoyo Mulyono (rektor Untirta Serang), Perpusda Banten, Humas Banten, Ustad Matin dari Ponpes Nurul Huda Ciloang, rombongan SMKN 1 Serang, Ima dari Mutiara Ilmu Bekasi, Dyan Ambitha dari Tiga Serangkai Solo. Usai tarian, Dadi RsN, Kasubdin Program Disbudpar Banten selaku perwakilan pemerintah memberi sambutan. ”Kami mohon maaf karena belum bisa maksimal membantu,” kata Dadi. Di OK2 ini pemerintah diwakili Disbudpar Banten dan Perpusda Banten masing-masing menyumbang Rp. 2 jt.

Firman Venayaksa, Presiden Rumah Dunia selaku Ketua Pelaksana OK2 menggarisbawahi, bahwa kegiatan OK2 ini adalah ajang silaturahmi dan saling berbagi ilmu. “Alhamdullilah, dana terkumpul Rp. 25.500.000,- dari Rp. 30 juta yang dibutuhkan. Kita bisa makan gratis! Terima kasih para donatur!”

Setelah Firman selesai, dua MC dari Banten Star; Selvy dan Risa mempersilahkan Kurnia Hidayat, RT Komplek Hegar Alam dimana Ruma Dunia berada memberi sambutan. “Tidak terasa wajtu setahun bergulir. Kita bertemu lagi di Ode Kampung,” katanya bernostalgia. Lalu Kurnia memukul kentongan dari akar bamboo berkepala orang, “tok, tok, tok, tok!” pertanda OK2 dibuka. “Tahun 2008, Ode Kampung se-dunia!” kata Kurnia, ditimpali tepuk-riuh penonton. ”Pemerintah Banten harus membantu!”

Bagi kami perhatian pemerintah provinsi Banten lewat kedua instasi itu terhadap hajatan kebudayaan OK2 cukup menggembirakan. Justru yang membuat kami kecewa adalah respon para wartawan koran nasional yang bermarkas di Banten. Alfaris, budayawan Banten menyikapi hal ini, “Mereka orientasinya ke politik. Padahl saya sudha mengingatkan, mereka harus juga menulis tentang kebudayaan, agar informasi tentang Banten tidak melulu korupsi!” Beberapa wartawan local; Radar Banten, Banten Raya Post, Indo.Pos, Banten TV, dan tabloid Jendela Banten hadir meliput.

Setelah Haji Matin mengucapkan do’a, agar hajatan OK2 ini lancer, barokah, Selvy dan Risa mempersilahkan Gola Gong menutup acara. “Ode kampong 2 ini adalh ibarat kuliah besar, dimana para sastrawan se-Nusantara berbagi ilmu. Kepada para pelajar da mahasiswa di Banten jangan menyia-nyiakan mereka! Ayo, kita reguk ilmu mereka!”

workshop-com.jpgPENTAS SENI
Tapi, melihat antusiasme pengunjung, menu tambahan pun digulirkan. Toto ST Radik didulat membaca sajak ”Elegi Serang” (kumpulan puisi Gola Gong – Toto ST Radik; Ode Kampung, List 1996) dan Andi Biru Laut membacakn sajak Rendra.

“Selamat datang kepada para sastrawan se-Nusantara dan acara dilanjutkan nanti malam!’ kata Selvy. Lagi-lagi pengunjung engga bubar. Mereka menunggu bedug Mahgrib tiba sambil kangen-kangenan. Panitia pun; Yuni, Tami dkk membagi-bagikan ransum makan malam. Para peserta angkatan kelas menulis ke-9 menyebar; mereka mewawancari para peserta. ”Ini tugas jurnalistik!” kata Sodik alias Renhard Renn.

Malam merangkak naik. Obor dinyalakan. Suasana magis pun muncul, karena boneka-boneka bebegig memantulkan bayangan aneh. Di ruang galeri yang disulap jadi ruang [ameran lukisan berbau ”black magic” menyempurnakan aroma kebantenan yang sudah kadung distigmakan seperti itu. Apalagi para panitia menggunakan seragam serba hitam yang identik dengan jawara. ”Ini dekontruksi. Hari ini para pengunjung disodorkan realita baru, bahwa seragam serba hitam membawa muatan baru yang cerdas dan kritis lewat pena! Bukan kekerasan, apalagi golok!” kata Tias Tatanka, pendiri Rumah Dunia.

Tidak berlama-lama, Mahdi Duri ditemani Selvy memandu acara. Parade penyair koran Jurnal Nasional yang mendukung OK2 senilai Rp. 5 juta digelar. Ari MP Tamba, Dodi Ahmad Fausi, dan Ahmad Nurullah pamer kepiawaian membaca puisi. Dodi mndapat applaus dari para penonton. Usai itu Andi biru Laut yang menyutradarai lakon ”Jaring-jaring Merah’ karya Helvy Tiana Rossa, menyiapkan panggung. Layar putih dibentangkan. Silhuet para tentara yang memorakporandakan Aceh muncul bersenjata laras panjang. Penonton terkesiap ketika Ama Nadia bermonolog; dia mewartakan kekejaman di Aceh. ”Semoga kekejaman seperti itu tidak ada lagi sekarang,” kata Selvy.

padi-sarnen.jpgLayar tetap terpasang. Proyektor dinyalakan. Film pendek “Padi Memerah” karya anak-anak Rumah Dunia dan Gong Media Cakrawala disiapkan. Piter Tamba sang sutradara mengutarakan, “Iin tugas kelas film di Rumah Dunia.” Selvy menimpali, ’Pemeran wanitanya saya, lho!”

Lagi-lagi penonton terkesiap menyaksikan gambar-gambar di layar. Aji Setiakarya yang menulis scenario berdasarkan cerpen “Padi Memerah” karyanya sendiri (kumcer Rumah Dunia; Padi Memerah, MU3, 2005) tampak sangat puas. “Itu kisah nyata di kampong saya, Ciomas, Serang Selatan.” Film itu mengisahkan tetang warga yang rebutan air untuk menghidupkan sawahnya.

Dadi RsN terpesona menontonnya. ”Bagus, bagus. Gambar-gambarnya artistic. Tinggal ilustrasi musiknya diperbaiki.” Ketua STIKOM Wangsajaya Banten, Heri Erlangga menanggapi, “Untuk ukuran Banten oke. Kreatif.” Shiho dari Jepang menanggapi sama. Bagus Bageni yang baru saja menggelar pentas teater “Bicaralah Pada Tanah: Kisah Peberontakan Petani Banten” bersama Ndg. Aradea dari Teater Studio Indonesia berkomwntar, “Kalo mentas bareng seru kali!” Sedangkan Dodi Ahmad Fauzi mengkritik, “Editingnya perlu diperbaiki.”

Malam merambat naik. Pemutaran CD cerpen Yanusa nugroho digelar. Cerpen “Anjing” karya Yanusa nugroho dibacakan oleh actor dari teater Tetas. “Aktor itu gua suruh aca cerpen, gue panting kamera. Dia membaca di depan gua. Lalu gua edit, gua tambahi musik dan gambar-gambar.” (*)

1 Response to "PEMBUKAAN ODE KAMPUNG 2 MERIAH"

Maaf nyelonong,
Mas, kang para pemerhati budaya, ternyata Seni budaya kita kalau serius ditangani akan terjaga terus, kita ribut ketika negri antah brantah meng-claim budaya kita sebagai bagian seni budayanya, eh usut punya usut ternyata yang mengembangkannya itu orang kita yang berpuluh tahun menetap dan negeri Jiran dan kita memang perlu revolusi budaya kayaknya..selebihnya dapat dilihat revolusi budaya di website, http://inohonggarut.blogspot.com.

Leave a reply to Ahmad Kurnia Cancel reply

YanG BerkunjuNG :

  • 193,192 hits

LaCi MejA :

ALmanaK DindinG :

July 2007
M T W T F S S
 1
2345678
9101112131415
16171819202122
23242526272829
3031  

RUMAH KITA

Aku taburkan rumput di halaman belakang di antara pohon lengkeng dan mangga sudah tumbuhkah bunganya? aku ingin menaburkan sajak di jalan setapak di seberang istana merpati yang tak pernah terkurung karena aku dan kamu selalu ingin melayang jauh melihat angkasa dan bintangbintang dari atap rumah kita aku akan ceritakan kelak pada anakanak tentang matahari bulan laut gunung pelangi sawah bau embun dan tanah aku ajari anakanak mengerti hijau rumput warna bunga dan suara

BUKU-BUKU TERBARU GOLA GONG: Cinta-Mu Seluas Samudra (Mizania), The Journey (Maximalis, Salamadani), Musafir (Salamadani), Nyesel Gak Nulis Seumur Hidup (Salamadani), Ini Rumah Kita Sayang (GIP), Menggenggam Dunia (Dar! Mizan), Labirin Lazuardi (Tiga Serangkai)

KaTA MakNA

Hidup adalah Perjalanan Panjang Menuju Tempat Abadi di Sisi-Nya. Tak ada ujungnya. Maka bertebaranlah di muka bumi dengan berbuat kebaikan. Berbagilah dengan sesama, penuh kasih sayang. Sebarkanlah setiap tetes ilmu yang kita miliki. Lawanlah kebatilan yang menelikung dengan yang kita mampu. Pena adalah senjata dari perlawanan itu. Mengalirlah setiap kata dari hati kita lewat senjata pena! Setiap kata penuh makna akan mengisi setiap jiwa luka. Menggeliatlah kita dengan senjata pena menuju matahari terbit. Dengan senjata pena, kita akan berdiri tegak; melahirkan generasi kuat di negeri ini. Negeri yang dihuni para tunas bangsa yang memiliki identitas dan jati diri: anak-anak negeri ini yang bangga akan kebudayaan negerinya. Ingatlah: MENJADI BERGUNA JAUH LEBIH PENTING DARI SEKEDAR MENJADI ORANG PENTING!

PopuLeR

  • None

FoTO-fotoKU