[Di balik layar 15] BAD BOYS
Posted June 21, 2007
on:Episode kedua serial “Balada Si Roy” dalam buku ”Joe” berjudul “Bad Boys”. Judul ini terinspirasi dari film Sean Penn (1982). Saya terkesan menonton film ini. Akting Sean Penn (mantan suami Madonna) yang kini beristrikan Robin Wright, luar biasa. Setelah film ”Taps’, di ”Bad Boys” pamor Sean Penn menjulang. Dia dijuluki si anak nakal dari Hollywood dan penjelmaan James Dean.
LOKAL-NIRU
Di episode ”Bad Boys” dsalam novel serialku ini, menceritakan tentang tokoh ”Roy” yang frustasi, karena anjing kesayangan dan warisan dari almarhum ayahnya, mati ditenggelamkan Dullah dengan gerombolan ”Borsalino” di pantai Anyer. Saat itu Roy sedang mandi di laut. Dullah cemburu melihat Roy yang sedang mendekati si dewi Venus; Ani. Dullah tidak ingin Roy berhasil menggaet Ani. Dan Dullah menghabisi anjing herder bernama ”joe’, harta berharga milik Roy.
Roy seperti layangan putus. Dia terombang-ambing. Dia melarikan diri kepada alkohol, ganja, dan obat terlarang daftar “G” seperti mogadon, dumolid, stesolid, atau yellow. Roy juga menceburkan diri ke kehidupan jalanan. Dia bersama teman-temannya; Andi dan Toni, mendirikan geng bernama ”RAT”. Itu untuk menyaingi Dullah dengan Borsalinonya!
Apa yang dialami Roy tidak jauh beda dengan situasi dan kondisi remaja Indonesia pada umumnya saat itu (era 80-an). Bahkan juga remaja di Serang. Pencarian jati diri remaja Indonesia yang diwujudkan dalam keberadaannya sebagai anggota sebuah geng/kelompok sangat kuat sekali. Saat itu sedang zamanya ”Ali Topan Anak Jalanan” (novel karya Teguh Esha) dan ”anak gunung” karakter lelaki macho yang digambarkan dengan sangat berhasil oleh Wmji Alif dalam setiap cerpennya di majalah-majalah seperti GADIS dan HAI. Saat itu belumlah ada hand phone atau extacy. ATM dan intenet juga masih ada di angan-angan! Remaja Indonesia saat itu pelariannya kalau tidak ke gunung, pantai, ya ngebut dengan motor di jalanan!
Aku sengaja memotret kelokalan dalam ”Balada Si Roy”. Serang (dengan Banten) sangatlah unik. Kota yang pejabatnya tidak punya cita rasa seni dan tertinggal dalam segala hal (pendidikan terutama), dibuktikan dengan tidak adanya perpustakaan, toko buku, dan museum padahal jaraknya hanya 2 jam dari Jakarta, ternyata paling mudah menyerap prilaku populer di kalangan anak mudanya. Gaya hidup ala remaja Jakarta dan Bandung dengan cepart tersaji di Serang; terutama fashion dan prilaku miringnya. Bukan pada segi intelektualnya. Apalagi kreativitasnya. Remaja Serang (Banten) miskin kreativitas, tapi jago meniru hal-hal negatifnya!
Geng-geng remaja bagai jamur bermunculan. Mulai dari serdadu Inggris; Marsose, senada dengan klub basket Utah Jazz; Ulah Jazz, hingga gengku sendiri yang mengambil nama dari group band art rock asal Inggris; Yess, menjadi ”Yes” (satu ”S’ saja). Kami berempat; aku, Toni, Irul, dan Asep. Tapi dalam perjalanannya; kami tinggal bertiga saja; aku, Toni, dan Irul. Ada problem internal. Dan itu menyangkut pada persoalan solidaritas persahabatan. Kendaraan kami motor. Kaena aku berlengan satu, maka aku hanya bisa mengedari motor dengan kopling di kaki. Aku dengan bebek C-70 modivikasi dan Toni dengan Suzuki GP.
Sayangnya aku tidak memiliki dokumentasi motor bebek hijauku, yang pernah aku pacu Serang – Bandung melewati puncak. Sepulang dari Bndung, mesin motorku rontok semua. Aku masukan ke bengkel dan tidak snggup aku tbus. Ewmakku menyerahkan motor bebekku ke seorang guru yang membutuhkan motor.Pada 2005, aku melihat seorang lelaki mengendarai motor antik Honda C70 memasuki halaman Rumah Dunia. Lelaki itu bilang, ”Ini motor Gola Gong!” Aku bermaksud membelinya lagi. Tapi, lelaki itu menolak. ”Sejarah Gola Gong biar saja ada di saya!” katanya tanpa merasa berdosa.
Jika aku mengingat masa remaja dulu, betapa remaja di Serang tidak kreatif. Mereka jauh dari buku. Bahkan itu masih terjadi hingga sekarang. Setelah jadi provinsi, Perpustakaan Daerah hanya sebuah rumah sempit dan para pengelolanya kurang kreatif. Gubernurnya, Hj. Ratu Atut beserta jajarannya membatalkan rencana pembangunan perpustakaan provinsi berlantai dua. Toko buku memang sudah ada; Tiga Serangkai di Royal Serang dan Supermall Cilegon. Tapi, gedung kesenian masih saja jadi angan-angan.
***
*) Ilustrasi episode “Bad Boys” karya Wedha di majalah HAI, sekitar Maret, tahun 1988
Leave a comment